BAB II
TINJAUAN TEORI
Masa nifas adalah masa setelah
persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti
sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu. Komplikasi masa nifas adalah
keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam
alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas.
Masa nifas merupakan masa yang rawan
bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hamper 50%
dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah melahirkan,
diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas. Selama ini perdarahan
pasca persalinan merupakan penyebab kematian ibu, namun dengan meningkatnya
persediaan darah dan system rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol
sebagai penyebab kematian dan morbiditas ibu.
1.
Mastitis
Mastitis adalah infeksi pada payudara, meskipun dapat terjadi
pada semua wanita, mastitis semata-mata merupakan komplikasi pada ibu menyusui.
Mastitis harus dibedakan dari peningkatan suhu
transien dan nyeri payudara akibat pembesaran awal karena air susu masuk
ke dalam payudara. Mastitis terjadi akibat invasi jaringan payudara (glandular,
jaringan ikat, areoalar, lemak) oleh organisme yang infeksius atau adanya
cedera payudara.
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu
infeksi pada jaringan payudara.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan.
Pencegahan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun antibakteri
secaara cermat, pencegahan pembesaran dengan menyusui sejak awal dan sering,
posisi bayi yang tepat pada payudara, penyangga payudara yang baik tanpa
kontruksi, membersihkan hanya dengan air dan tanpa agen pengering.
Etiologi Mastitis
v
Organisme penyebab utama adalah Streptococcus
aureus
v
payudara bengkak yang tidak disusukan secara
adekuat, akhirnya terjadi mastitis
v
Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental
engorgement, jika tidak disusukan bisa terjadi mastitis
v
Putting susu yang lecet atau terluka akan
memudahkan masuknya kuman menjalar ke duktus-duktus dan sinus sehingga
menyebabkan terjadinya mastitis
v
Ibu dengan asupan gizi yang kurang, isirahat
yang kurang dan anemia, akan mempermudah terjadinya infeksi.
v
Personal hygiene yang kurang pada putting
payudara
Mastitis hampir slalu terbatas pada satu
payudara, tanda dan gejala aktual mastitis meliputi:
v
Peningkatan suhu yang cepat (dari 39,5oc
-40oc)
v
Peningkatan kecepatan nadi
v
Mengigil.
v
Malaise umum, sakit kepala.
v
Nyeri habat, bengkak, inflamasi, area payudara
keras.
Mastitis yang tidak ditangani memiliki
resiko terbentuknya abses. Tanda dan gejala abses:
v
Discharge puting susu purulenta.
v
Demam remiten (suhu naik turun) disertai
mengigil.
v
Pembengkakan payudara dan sangat nyeri, massa
besar dan keras dengan area kulit berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan,
mengidentifikasikan lokasi abses berisi pus.
Jika diduga mastitis, intervensi dini dapat mencegah
perburukan. Intervensi meliputi beberapa tindakan hygien:
v
BH yang cukup menyangga akan tetapi tidak berat.
v
Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dengan
perawatan payudara.
v
Kompres hangat pada area yang terkena.
v
Masase arae saat menyusui inuk memfasilitasi
aliran air susu.
v
Peningkatan asupan cairan.
v
Istirahat.
v
Membantu ibu menentukan prioritas untuk
mengurangi stres dan keletihan.
v
Suportif.
Penangan pada mastitis:
v
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian
susu kepada bayi dari payudara uang sakit dihentikan dan diberi antibiotik.
v
Dengan tindakan-tindakan ini, terjadinya abses
dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh staphilococcus aureus.
Penisilin dalam dosis tinggi dapat diberikan.
v
Sebelum pemberian penisilin, dapat diadakan
pembiakan asi supaya penyebab mastitis dapat diketahui.
v
Bila ada abses, nanah perlu dikeluarkan dengan
sayatan sedikit, mungkin pada abses. Untuk mencegah kerusakan pada ductus
laktiferus, sayatan dibuat sejajar.
Penanganan pada abses :
Diperlukan
anestesi umum.
Insisi
radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak mendorong
saluran ASI.
Pecahkan
kantung PUS dengan klem jaringan ( pean ) atau jari tangan.
Pasang
tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
Berikan
Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga
payudara.
Kompres
dingin.
Berikan
parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
Ibu
dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
Lakukan
follow up setelah peberian pemgobatan selama 3 hari.
2.
Bendungan asi
Setelah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan demikian, faktor dari hyphotalamus
yang menghalangi keluarnya prolaktin waktu hamil sangat dipengaruhi oleh
esrogen tidak dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin pada hypofisis.
Pada permulaan nifas, apabila bayi belum menyusui dengan baik, atau kemudian
apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi
penbendungan air susu. Payudara panas, keras, dan nyeri pada perabaan, serta suhu
badan naik.
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormon (prolaktin) waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin
oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi
dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang
menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi alveolus dan
duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleksi ini timbul jika bayi menyusu.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian
apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan
air susu (Wiknjosastro, 2005).
Puting susu mendatar dan ini dapat menyulikan bayi untuk
menyusu, kadang-kadang pengeluaran susu juga terhalang ductus lactoferi yang
menyempit karena pembesaran vena dam pembuluh limfe.
Penangan pembendungan dilakukan dengan jalan menyokong
payudara dengan BH dan memberikan analgetik,terkadang juga perlu diberi
stilboestrol 3 kali sehari 1mg selama 3 hari untuk mengurangi pembendungan dan
memungkinkan air susu dikeluarkan serta lakukan perawatan payudara dengan bendungan
asi. Apabila bendungan asi tidak dikeluarkan maka akan mengakibatkan
terhentinya produksi asi, oleh sebab itu maka dapat dilakukan pijat oksi yang
funginya untuk meningkatkan produksi asi ibu, sehingga apabila produksi asi
mulai menurun, maka hal ini dapat dilakukaa dengan cara :
·
Sebelum mulai dipijat, ibu sebaiknya dalam
keadaan telanjang dada.
·
Menyuruh keluaga atau suami ibu untuk membantu
melakukan pemijitan.
·
Posisi ibu dapat telungkup dimeja/ bersandar
dikursi.
·
Setelah itu cari tulang belakang leher yang
lebih menonjol, atau namanya processus spinosusu/ certivical vertebrae 7.
·
Dari titik
penonjolan tulang tadi, turun sedikit ke bawah kurang lebih 1-2 jari dan dari
titik tersebut, geser lagi ke kanan dan kiri masing-masing 1-2 jari.
·
Mulailah lakukan
pijatan dengan gerakan memutar perlahan-lahan ke arah bawah sampai ke batas
garis bra. Kalo mau terus sampe pinggang juga ga masalah ko.. Tapi kata
penelitian, titik buat merangsang oksitosinnya cuma sampe di garis itu.
Faktor predisposisi terjadinya bendungan
ASI antara lain :
v
Faktor frekuensi menyusui
Bahwa insiden bendungan payudara dapat dikurangi hingga
setengahnya bila bayi disusui tanpa batas. Sejumlah penelitian lainnya
mengamati bahwa bila waktu untuk menyusui dijadwal lebih sering terjadi bendungan
yang sering diikuti dengan mastitis dan kegagalan laktasi (WHO, 2003). Menyusui
yang dijadwal akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh
pada rangsangan ASI selanjutnya.
v
Faktor isapan bayi yang tidak aktif
Pentingnya isapan bayi yang baik pada payudara untuk
mengeluarkan ASI yang efektif. Isapan yang buruk sebagai penyebab pengeluaran
ASI yang tidak efisien saat ini dianggap sebagai faktor predisposisi utama
mastitis. Selain itu, nyeri putting susu akan menyebabkan ibu menghindar untuk
menyusui pada payudara yang sakit dan karena itulah terbentuknya statis ASI dan
bendungan ASI (WHO).
v
Faktor posisi menyusui yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan putting
susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat menyusu. Akibatnya ibu
tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI. Selain itu, banyak ibu
merasa lebih mudah untuk menyusui bayinya pada satu sisi payudara dibandingkan
dengan payudara yang lain (WHO).
v
Kelainan pada puting susu
v
Produksi asi yang berlebihan.
Upaya pencegahan untuk bendungan ASI adalah :
Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin
(setelah 30 menit) setelah dilahirkan
Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand
Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila
produksi melebihi kebutuhan bayi
Perawatan payudara pasca persalinan
Upaya pengobatan untuk bendungan ASI adalah :
v
Kompres hangat
payudara agar menjadi lebih lembek
v
Keluarkan
sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan dihisap oleh bayi.
v
Sesudah bayi
kenyang keluarkan sisa ASI
v
Untuk mengurangi
rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin
v
Untuk mengurangi
statis di vena dan pembuluh getah bening lakukan pengurutan (masase) payudara
yang dimulai dari putin kearah korpus. (Sastrawinata,
2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar