BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Atresia esofagus adalah malpormasi yang disebabkan oleh kegagalan
esofagus untuk mengadakan pasase yang kontinu : esophagus mungkin saja
atau mungkin juga tidak membentuk sambungan dengan trakea ( fistula
trakeoesopagus) atau atresia esophagus adalah kegagalan esophagus untuk
membentuk saluran kotinu dari faring ke lambung selama perkembangan
embrionik adapun pengertian lain yaitubila sebua segmen esoofagus
mengalami gangguan dalam pertumbuhan nya( congenital) dan tetap sebaga
bagian tipis tanpa lubang saluran.
Fistula trakeo esophagus adalah hubungan abnormal antara trakeo dan
esofagus . Dua kondisi ini biasanya terjadi bersamaan, dan mungkin
disertai oleh anomaly lain seperti penyakit jantung congenital. Untuk
alas an yang tidak diketahui esophagus dan trakea gagal untuk
berdeferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu keempat dan
kelima.
B. TIPE ATRESIA ESOFAGUS
Tipe A
(5% sampai 8%) kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh dan tanpahubungan ke trakea.
Tipe B
(jarang) kantong buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus bagian atas.
Tipe C
(80% sampai 95%) segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu,
dan segmen distal dihbungkan ke trakea atau bronkus primer dan fistula
pendek pada atau dekat bifurkasi.
TIPE D (jarang)
Kedua segmen esophagus atas dan bawah dihubungkan ke trakea.
TIPE E (jarang disbanding A atau C)
Sebaliknya trakea dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
C. ETIOLOGI
Atresia esophagus disebabkan oleh tumor esophagus dan bayi lahir
prematur, tapi tidak semua bayi yang lahir premature mengalami penyakit
ini. Dan ada alasan yang tidak diketahui mengapa esefagus dan trakea
gagal untuk berdiferensiasi dengan tepat selama gestasi pada minggu ke
empat dan ke lima.
D. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran Atresia Di Tandai Dengan gangguan Proses Menelan waktu lahir
dan terjadi gangguan pernapasan bila terjadi gangguan pernapasan bila
bahan makanan teraspiasi kesana. Perlu penanggulangan bedah. Dan liur
selalu meleleh dari mulut bayi dan berbui. Pada fistula trakea esophagus
, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru : oleh karena itu bayi
sering sianosis. Pemberian minum dapat menyebabkan batuk atau seperti
tercekik dan bayi sianosis.
Kelainan bawaan ini biasanya terdapat pada bayi yang lahir dengan
kehamilan hidramnion dan biasanya bayi dalam keadaan kurang bulan. Pada
bayi kurang bulan ini, pemberian minum sering menyebabkan bayi tersebut
menjadi biru dan apnea tampa batuk –batuk. Jika terdapat fistula
trekoesofagus perut bayi tampak membuncit karena terisi udara. Bila
dimasukkan kateter melalui mulut sepanjang 7.5 – 10 cm dari bibir,
kateter akan terbentur pada ujung esophagus yang buntu: dan jika kateter
didorong terus akan melingkar – lingkar di dalam esophagus yang buntu
tersebut. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan memasukkan pipa
radio-opak atau larutan kontras liopodol ke dalam esophagus dan dibuat
foto toraks biasa.
E. EVALUASI DIAGNOSTIK
Ketidak mampuan untuk melewati kekakuan, radiopage ukuran 8 sampai 10 kateter French kedalam lambung melalui hidung atau mulut
Sinar x palatum datar abdomen dan dada dapat menunjukkan adanya gas dalam lambung dan ujung kateter dalam kantung buntu.
Pemindaian ultra suara dapat menunjukkan TEF in utero pada beberapa bayi.
EKG dan ekokardiogrm dapat dilakukan karena korelasi tiggi pada anomaly jantung.
F. KOMPLIKASI PASCA OPERASI
1. Kebocoran pada sisi anastomis
2. fistula kambuhan
3. Sirkulasi esophagus
4. Repluksgastroesopagus dan esopagitis
5. Trakeomalaisia
6. Masalah makan dengan anak yang lebih besar
G. DIAGNOSIS
Biasanya
disertai denga hydra amnion (60 %) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi ang lahir premature. Sebaliknya bila dari
ananese ditetapkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidraamnion,
hendakla dilakukan kateterisasiesofagus dengan kateter pada jarak kurang
dari 10 cm , maka harus didiga adanya atresia esophagus.
Bila pada bayi baru lahir timbul sesak napas yang disertai air liur meleleh keluar, harus dicurigai adanya atresia esfagus.
Segera setlah diberi minum, bay akan berbangkis, batuk dan sianosis karena aspiasi cairan kedam jalan nafas.
Dianosis
pasti dapat dibuat denga foto toraks yang akan menunjukkan gambaran
kateter terhenti pada tempat atresia. Pemberian kontras kedalam
esophagus dapat memberikan gambaran yang lebih pasti, tapi cara ini
tidak dianjurkan.
Perlu
dibedakan pada pemeriksaan fisis apakah lambung terisi udara atau kosong
untuk menunjang atau menyingkirkan terdapatnya fistula trakeoesofagus.
Hal ini dapat terlihat pada foto abdomen.
H. PENATALAKSANAAN
Medik
Pengobatan dilakukan dengan operasi
Keperwatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah
terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung
harus sering diisap untuk mencegah as[irasi. Untuk mencegah terjadinya
hipotermia, bayi hendakna dirawat dalam inkobator agar mendapatkan
lingkungan yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan
lender harus sering di lakukan bayi hendaknya dirangsang untuk menangi
agar paru berkembang.
Tindakan
Pada anak segera dipasan kateter ke dalam esofagus dan bila mungkin dilakukan pengisapan terus menerus.
Posisi
anak tidur tergantung pada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan
lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeoesofaus
ditidurkan setengah duduk anak tanpa fistula diletakkan dengan kepala
lebih rendah (posisi trendeleburg)
Anak
dipersiapkan untuk operasi segera. Apakah dapat dilakukan penutupan
fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung dari
jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu.
I. PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah
berdasarkan tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian
merupakan tahap awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik
dari klien dengan cara observasi dan dari keluarganya.
Lakukan penkajian bayi baru lahir.observasi manipestasi atresia
esophagus dan fistula. Traekeoesofagus, saliva berlebihan, tersedat,
sianosis, apnea
a) Sekresi berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.
b) Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
c) Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva yang terakumulasi dalam kantong buntu.
d) Distensi abdominal.
e) Respon
kekerasan setelah menelan makanan yang pertama atau kedua : bayi batuk
dan tersedat saat cairan kembali melalui hidung dan mulut trejadi
sianosis.
f) Bayi sering premetur dan kehamilan munkun terkomplikasi oleh hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).
B. DIANOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang munkin timbul pada klien dengan atersia esophagus
a) Bersihan jalan napas tidak epektif.
b) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
c) kesulitan menelan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Manajemen kolaboratif
Intervensi terapeutik
1. Pengobatan
segera terdiri dari penyokongan bayi pada sudut 30 derajat untuk
mencegah refluks isi lambung : pengisapan kantong esophagus atas dengan
selang replogleatau drai penampung; gastrostomi untuk mendekompresi
lambung dan mencegah aspirasi ( selanjutnya digunakan untuk pemberian
makan ) puasa, cairan diberikan IV.
2. pengobatan secaa tepat terhadap proses patoogis pennerta,seperti pneumonitis atau gagal jantung kongestif.
3. terapi
pendukung meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan IV,antibiotic,
dukungan pernapasa, dan mempertahankan lingkungan netral secara termal.
Intervensi pembedahan
1. Perbaikan
primer segera: pembagian fistula diikuti oleh anatomisis esophagus
segmen proksimal dan disal bila berat bayi lebih dari 2000g dan tanpa
pneumonia.
2. Perlambatan
jangka pendek (perbaiakan primer lanjut): untuk menstabilkan bayi dan
mencegah penyimpangan bila bayi tidak dapat mentoleransi pembedahan
dengan segera.
3. Pentahapan:pada
awalnya, pembagian fistula dan gastrotomi dilakukan dengan anastomisis
esophagus sekunder lanjut. Pendkatan dapat digunakan pad bayi yang
masih sanhat kecil, prematr atau neonatus, yang sakit, atu bila anomal
congenital berat.
4. Esofagomiotomi
servikal ( lubang buatan pada leher yang memungkinkan drainase
esophagus bagian atas ) dapat dialakukan bila ujung esofagus terpisah
terlau jauh: pengggantian esophagus dengansegmen usus pada usia 18
sampai 24 bulan.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Intervensi
1. pada
praoperasi waspada terhadap indikasi gawat napas: retrasi,
sianosissirkomoral, gelisa, pernapasan cuping hidung, peningkatan
frekuensi pernapasan dan jantung.
2. Pantau
tanda –tanda vital dengan sering terhadap perubahan pedatekanan darhdan
nadi, yang dapat mengidikasikan dehidrasi atau kelebihan beban volume
cairan.
3. Catat masukan dan haluaran, termasuk drainase lambung (bila selang gastrotomiuntuk dekomensasi terpasang)
4. Pantau terhadap distensi abdomen.
Bersihan jalan napas tidak efektif
Intervensi
1. Posisi
bayi dengan kepala ditinggikan 20 sampai 30 derajat untuk mencegah atau
mengurangi refluks asam lambung kedalam percabangan trakeobronkial.
Balik bayi dengan sering untuk mencegah atelektasis dan pneumonia.
2. Lakukan
pengisapan nasofaring intermitten atau pertahankan selang lumen ganda
atau selang penampung dengan pengisapan konstan untuk mengeluarkan
sekresi dari kantung buntu esophagus
• Jamin
bahwa selang indwelling tetap paten, diganti sesuai kebutuhan,
sedikitnya sekaliu setiap 12 sampai 24 jam lubang hidung yang digunakan
harus bergantian. Cegah nekrosis lubang hidung dari tekanan oleh kateter
• Isap mulut untuk mempertahankan bebas sekresi dan mencegah aspirasi.
3. Bila
gastrotomi ditempatkan sebelum pembedahan definitive, pertahankan
selang yang mengalir sesuai gravitasi, dan jangan mengirigasi sebelum
pembedahan.
4. Tempatkan bayi dalam isolette atau dibawah penghangat radian dengan humiditas tinggi.
• Bantu dalam mengencerkan sekresi dan mucus yang kental.
• Pertahkan suhu bayi dalam zona termoneutral dan jamin isolasi lingkungan untuk mengcegah infeksi.
Kesulitan menelan
1. Perhatikan
kepatenan jalan nafas, isap dengan sering sedikitnya setiap 1 sampai 2
jam, mungkin diperlukan setiap 5 sampai 10 menit.
• Minta
ahli bedah untuk menandai keteter pengisap untuk menunjukan seberapa
jauh keteter dapat dimasukkan dengan aman tanpa mengganggu anastomosis.
• Observasi terhadap tanda sumbatan jalan nafas.
2. Berikan fisioterapi dada sesuai ketentuan
• Ubah posisi bayi dengan membalik, rangsang supaya menangis untuk meningkatkan pengembangan penuh paru.
• Tinggikan kepala dan bahu 20 sampai 30 derajat
• Gunakan
vibrator mekanis 2 sampai 3 hari pada pascaoperasi (untuk meminimalkan
trauma pada anastomosis), diikuti dengan lebih banyak terapi fisik dada
keras setelah hari ketiga.
3. Lanjutkan penggunaan Isolette atau penghangat radian dengan kelembaban.
4. Lanjutkan
dengan penyediaan alat kedaruratan , termasuk mesin pengisap, keteter,
oksigen, laringoskop, selang endotrakeal dalam berbagai ukuran.
D. EVALUASI KEPERWATAN
Pada tahap ini perawat menkaji kembali hal-hal perhan dilakukan,
berdasarkan pada criteria hasil yang telah ditetapkan. Apabila masih
terdapat masalah – masalah klien yang belum teratasi, perawat hendaknya
menkaji kembali hal –hal yang berkenaan dengan masalah tersebut dan
kembali melakukan intrvensi keperawatan. Sebaliknya bila masalah klin
telah teratasi maka prlu dilakukan pengawasan dan pengontrolan yang
teratur untuk mencegah timbulnya serangan atau gejala – gejala yang
memicu terjadinya serangan.
DAFTAR FUSTAKA
1. Ngastiyah. Perawatan anak sakit. Buku kedokteran. EGC,1997. Jakarta
2. Sylvia A price, Lorraine m Wilson. Patofisiologi. Buku kedokteran, EGC, 1997, Jakarta
3. Ronna L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2003.Jakarta.
4. Robbins dan kumar.Patologi .Fakultas kedoteran. Universitas Aerlangga, Edisi 4 ,EGC, 1995, Jakarta
5. Ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran. EGC.1995. Jakata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar