BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Persalinan kala III
merupakan fase pengeluaran plasenta, fase ini dimulai pada saat bayi
telah lahir lengkap dan berakhir dengan lahirnya plasenta.
Kelahiran
plasenta merupakan lepasnya plasenta dari insersi pada dinding uterus,
serta pengeluaran plasenta dari kavum uteri. Lepasnya plasenta dari
insersinya bisa terjadi dari sentral (schultze) ditandai dengan
perdarahan baru, atau dari tepi / marginal (matthews-duncan) jika tidak
disertai perdarahan, atau mungkin juga serempak sentral dan marginal.
Pelepasan plasenta terjadi karena perlekatan plasenta di dinding uterus
adalah bersifat adhesi, sehingga pada saat kontraksi mudah lepas dan
berdarah. Pada keadaan normal, kontraksi uterus bertambah keras, fundus
setinggi sekitar / di atas pusat. Plasenta lepas spontan 5-15 menit
setelah bayi lahir.
2.2 ROBEKAN JALAN LAHIR
Robekan jalan lahir
selalu memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi banyaknya.
Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu
sumber dan jumlah perdaraha sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan
dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (
rupture uteri). Perdarahan bisa berbentuk hematoma dan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arterial atau pecahnya pembuluh darah
vena. Jenis perlukaan ringan berupa lecet, yang berat berupa robekan
jalan lahir. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan
dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
a. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar fundus uteri masih tinggi
b.Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c. Bila kontraksi lembek setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi tidak atau lambat menjadi keras.
2. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
c. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
Robekan jalan lahir dan perineum dapat terjadi antara lain :
a) Vagina
Perlukaan vagina sering terjadi sewaktu :
1) Melahirkan janin dengan cnam.
2) Ekstraksi bokong
3) Ekstraksi vakum
4) Reposisi presintasi kepala janin, umpanya pada letak oksipto posterior.
5) Sebagai akibat lepasnya tulang simfisis pubis (simfisiolisis) bentuk robekan vagina bisa memanjang atau melintang.
Komplikasi robekan vagina antara lain :
1)
Perdarahan pada umumnya pada luka robek yang kecil dan superfisial
terjadi perdarahan yang banyak, akan tetapi jika robekan lebar dan
dalam, lebih-lebih jika mengenai pembuluh darah dapat menimbulkan
perdarahan yang hebat.
2) Infeksi jika robekan tidak ditangani dengan semestinya dapat terjadi infiksi bahkan dapat timbul septikami.
Perlukaan
pada dinding depan vagina sering kali terjadi terjadi di sekitar
orifisium urethrae eksternum dan klitoris. Perlukaan pada klitoris dapat
menimbulkan perdarahan banyak. Kadang-kadang perdarahan tersebut tidak
dapat diatasi hanya dengan jahitan, tetapi diperlukan penjepitan dengan
cunam selama beberapa hari.
Robekan pada vagina dapat bersifat luka
tersendiri, atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina
sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri.
Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang
berlebih-lebihan dan tiba-tiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala
maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina.
Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstrasi dengan forceps. Bila
terjadi perlukaan pada dindin vagina , akan timbul perdarahan segera
setelah jalan lahir. Diagnose ditegakan dengan mengadakan pemeriksaan
langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu
diadakan pemeriksaan dengan speculum. Perdarahan pada keadaan ini
umumnya adalah perdarahan arterial sehingga perlu dijahait. Penjahitan
secara simpul dengan benang catgut kromik no.0 atau 00, dimulai dari
ujung luka sampai luka terjahit rapi.
Pada luka robek yang kecil dan
superfisal, tidak diperlukan penangan khusus pada luka robek yang lebar
dan dalam, perlu dilakukan penjahitan secara terputus-putus atau
jelujur.Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada
vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini
dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi
terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu
keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga
sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan
ini dapat memanjang dan melintang.
b) Perlukaan Vulva
Perlukaan vulva terdiri atas 2 jenis yaitu :
· Robekan Vulva
Perlukaan
vulva sering dijumpai pada waktu persalinan. Jika diperiksa dengan
cermat, akan sering terlihat robekan. Robekan keci; pada labium minus,
vestibulum atau bagianbelakang vulva. Jika robekan atau lecet hanya
kecil dan tidak menimbulkan perdarahan banyak, tidak perlu dilakkan
tindakan apa-apa. Tetapi jika luka robekan terjadi pada pembuluh darah,
lebih-lebih jika robekan terjadi pada pembuluh darah di daerah klitoris,
perlu dilakukan penghentian perdarahan dan penjahitan luka robekan.
Luka-luka robekan diahit dengan catgut secara terputus-putus ataupun
secara jelujur. Jika luka robekan terdapat disekitar orifisium uretra
atau diduga mengenai vesika urinaria, sebaiknya sebelum dilakukan
penjahitan, dipasang dulu kateter tetap.
· Hematoma Vulva
Terjadinya
robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah terutama
vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir
vagina.Hal ini dapat terjadi pada kala pengeluaran, atau setelah
penjahitan luka robekan yang senbrono atau pecahnya vasises yang
terdapat di dinding vagina dan vuluz. Sering terjadi bahwa penjahitan
luka episiotomi yang tidak sempurna atau robekan pada dinding vagina
yang tidak dikenali merupakan sebab terjadinya hematome. Tersebut apakah
ada sumber perdarahan. Jika ada, dilakukan penghentian perdarahan.
Perdarahan tersebut dengan mengikat pembuluh darah vena atau arteri yang
terputus. Kemudian rongga tersebut diisi dengan kasa streil sampai
padat dengan meninggalkan ujung kasa tersebut di luar.Kemudian luka
sayatan dijahit dengan jahitan terputus-putus atau jahitan jelujur.
Dalam beberapa hal setelah summer perdarahan ditutup, dapat pula dipakai
drain
c. Serviks Uteri
Persalinan selalu mengakibatkan
robekan serviks, sehingga serviks seorang multiparaberbeda daripada yang
belum pernah melahirkan per vaginam. Robekan serviks yang luas
mengakibatkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah
lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan
jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
Bibir serviks uteri
merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan
karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pda seorang multipara
terbagi menjadi bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat
menimbulkan perdarahan banyak khususnya bila jauh ke lateral sebab di
temapat terdapat ramus desenden dari arateria uterina. Perlukaan ini
dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada
persalinan dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum
lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalan persalinan
presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan sering didorong
keluar dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan
dengan speculum bibir servika dapat di jepit dengan cunam atromatik.
Kemudian diperiksa secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila
ditemukan robekan serviks yang memanjang, maka lukaa dijahit dari ujung
yang paling atas, terus ke bawah. Pda perlukaan serviks yang berbentuk
melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah
lepas atau tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu dipotong
dari serviks, jika yang lepas hanya sebagian kecil saja itu dijahit
lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan perdarahan.
d. Korpus uteri
Perlukaan yang paling berat pada waktu persalianan ialah robekan
uterus. Robekan ini dapat terjadi pada waktu kehamilan atau pada waktu
persalianan, namun yang aling seting terjadi ialah robekan ketika
persalinan. Mekanisme terjadinya robekan uterus bernacam-macam. Ada yang
terjadi secara spontan, dan ada pula yang terjadi akibat ruda paksa.
Lokasi robekan dapat korpus uteri atau sgmen bawah uterus. Robekan bisa
terjadi pada tempat yang lemah pada dinding uterus misalnya pada parut
bekas operasi seksio sesarea atau bekas miomektomi. Robekan bisa pula
terjadi tanpa ada parut bekas operasi, apabila segman bawah uterus
sangat tipis dan regang karena janin megalami kesulitan untuk melalui
jalan lahir. Robekan uterus akibat ruda paksa umumnya terjadi pada
persalinana buatan misalnya pada estrasi dengan cunam atau pada versi
dan ekstrasi. Dorongan Kristeller bila tidak dikerjakan sebagaimana
mestinya dapat menimbulkan robekan uterus. Secara anatomi robekan uterus
dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
§ Robekan inkomplet, yakni robekan yang mengenai endometrium dan miometrium tetapi perimetrium masih utuh.
§
Robekan komplet, yakni robekan yang mengenai endometrium, miometrium
dan perimetrium sehingga terdapat hubungan langsung antara kavum uteri
dan rongga perut. Robekan uterus komplet yang terjadi ketika persalianan
berlangsung menyebabakan gejala yang khas yaitu nyeri perut mendadak,
anemia, syok dan hilangnya kontraksi. Pada keadaan ini detak jantung
janin tidak terdengar lagi, serta bagian-bagian janin dengan mudah dapat
teraba dibawah dinding perut ibu.
e. Uterus
Ruptura uteri
disebabkan oleh his yang kuat dan terus menerus, rasa nyeri yang hebat
di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti
ketakutan, nadi dan pernafasan cepar, cincin van bandi meninggi.Setelah
terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa
keluar melalui vagina atau pun ke dalam rongga perut), pucat, nadi cepat
dan halus, pernafasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada
palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung dbawah dinding
perut, ada nyeri tekan,dan di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira
sebesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggal. Jika kejadian
ruptura uteri lebih lama terjadi, akan timbul gejala-gejala metwarisme
dan defenci musculare sehingga sulit untuk dapat meraba bagian janin.
Ruptur uteri dibedakan menjadi dua yaitu,
1) Ruptura uteri
spontan. Ruptura uteri spontan dapat terjadi pada keadaan di mana
terdapat rintangan pada waktu persalinan, yaitu pada kelainan letak dan
presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, vanggul sempit, kelainan
panggul, tumor jalan lahir.
2) Ruptura uteri traumatik dalam hal
ini reptura uteri terjadi oleh karena adanya lucus minoris pada dinding
uteus sebagai akibat bekas operasi sebelumnya pada uterus, seperti
parut bekas seksio sesarea, enukkasi mioma/meomektomi, histerotomi,
histerorafi, dan lain-lain. Reptura uteri pada jaringan parut ini dapat
dijumpai dalam bentuk tersembunyi (occult) yang dimaksud dengan bentuk
nyata/jelas adalah apabila jaringan perut terbuka seluruhnya dan
disertai pula dengan robeknya ketuban, sedang pada bentuk tersembunyi,
hanya jaringan perut yang terbuka, sedang selaput ketuban tetap utuh.
Ruptura
uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu
tindakan pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang
disangka akan mengalami distosia, karena kelainan letak janin, atau
pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea,
memektomi dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu
dilakukan agar tindakan dapat segera dilakukan jika timbul gejala-gejala
ruptura uteri membakar, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya pada
waktu yang tepat.
Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah
laporotomi sebelumnya penderita diberi trasfusi darah atau
sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik/ringer laktat untuk
mencegah terjadinnya syok hipovolemik. Umumyna histerektomi dilakukan
setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan. Penjahitan
luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus, dimana pinggir
robekan masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda
infeksi dan tidak terdapat jaringan yang rapuh dan nekrosis. Histerorofi
pada ibu-ibu yang sudah mempunyai cukup anak dianjurkan untuk dilakkan
pula tubektomi pada kedua tuba (primary), sedang bagi ibu-ibu yang belum
mempunyai anak atau belum merasa lengkap keluarganya dianjurkan untuk
orang pada persalinan berikutnya untuk dilakukan seksio sesaria primer.
f. Robekan Perineum
Robekan perinium umumnya terjadi karena :
1) Kepala janin terlalu cepat lahir.
2) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3) Sebelumnya perinium terdapat banyak jaringan parut
4) Pada persalinan terjadi distosia.
Robekan perinium dapat dibagi atas 3 tingkat :
1) Tingkat 1
Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium sedikit.
2) Tingkat 2
Robekan yang terjadi lebih dalam yaitu selain mengenai selaput lendir, vagina juga mengenai sfingter ani.
3) Tingkat 3
Robekan yang terjadi mengenai seluruh perinium sampai mengenai otot-otot sfingter ani.
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di
garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito bregmatika
Perinium merupakan
kumpulan berbagai jaringan yang membentuk perinium (Cunningham,1995).
Terletak antara vulva dan anus, panjangnya kira-kira 4 cm
(Prawirohardjo, 1999). Jaringan yang terutama menopang perinium adalah
diafragma pelvis dan urogenital. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus
levator ani dan muskulus koksigis di bagian posterior serta selubung
fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot yang
lebar bermula dari permukaan posterior ramus phubis superior, dari
permukaan dalam spina ishiaka dan dari fasia obturatorius.
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini: di sekitar
vagina dan rektum, membentuk sfingter yang efisien untuk keduanya, pada
persatuan garis tengah antara vagina dan rektum, pada persatuan garis
tengah di bawah rektum dan pada tulang ekor. Diafragma urogenitalis
terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuberositas iskial dan simpisis phubis. Diafragma urogenital
terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus
konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna (Cunningham,
1995).
Persatuan antara mediana levatorani yang terletak antara
anus dan vagina diperkuat oleh tendon sentralis perinium, tempat bersatu
bulbokavernosus, muskulus perinialis transversalis superfisial dan
sfingter ani eksterna. Jaringan ini yang membentuk korpus perinialis dan
merupakan pendukung utama perinium, sering robek selama persalinan,
kecuali dilakukan episiotomi yang memadai pada saat yang tepat. Infeksi
setempat pada luka episiotomi merupakan infeksi masa puerperium yang
paling sering ditemukan pada genetalia eksterna. Luka perinium adalah
perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian perinium dimana
muka janin menghadap (Prawirohardjo S,1999).
2.3 Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir
Tanda dan Gejala yang selalu ada :
Ø Pendarahan segera
Ø Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
Ø Uterus kontraksi baik
Ø Plasenta baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:
§ Pucat
§ Lemah
§ Menggigil
Ciri-ciri robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak):
· Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
·
Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini
terus-menerus.(Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar