Minggu, 23 Juni 2013

1 Tahun 25 Hari

Jika aku bisa langsung meminta pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita ini terjadi. Aku tak ingin tahu namamu, aku tak ingin mendengar suaramu, aku tak ingin melihat wajahmu, dan aku tak ingin membaca pesan singkatmu yang lugu tapi manis yang slalu meyakinkan aku untuk slalu percaya terhadap smua ucapanmu. Sungguh, aku tak ingin smua hal yang manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini, merendahkan aku.
Kamu pernah menjadi bagian dari hidup aku. 1 tahun 25 hari, setiap harinya tak ada waktu yang terlewatkan, kita lewati bersama. Setiap malam sebelum tidur, ku habiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkatmu bahkan tak jarang ketika telpon masih tersambung aku tertidur sambil mendengar suaramu, dan tak jarang aku slalu minta untuk dinyanyikan sebelum tidur. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, dan canda kita serta gombalanmu slalu membuatku tersenyum diam-diam.
Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, inilah proses yang sedang aku lewati. Aku mulai jatuh cinta, aku mulai mempercayai smua guyolanmu, aku mulai mempercayai kata-katamu “bg tau kok, gak mudah bikin ayang percaya, sangat-sangat gak mudah, tapi bg usahain gak bakal bikin pengalaman buruk yang baru bagi ayang, bg janji”. Kehadiranmu mulai mengobati lukaku, kebahagiaanku mulai hadir, smua begitu bahagia apalagi setelah kita anniversary yang ke-1 tahun. Tapi itu cuma bertahan sampai 25 hari selanjutnya. Ya malam itu smuanya kluar, kamu ungkapin yang smua kamu pendam selama ini. Dan sampai pada sesuatu yang tak bisa aku duga, yang tak bisa aku terima, yang tak bisa aku bayangkan, dan tak ingin aku dengar, kata-kata itu kluar dari mulut kamu “ibu bg gak setuju dengan hubungan kita, Ibu bg bilang sekarang Bidan itu gak main, yang laku sekarang itu Dokter gigi, jadi ibu pengennya bg cari pasangan seperti itu biar bisa sama-sama cari uang”. Lidahku tak bisa bergerak terasa sangat berat, dadaku terasa sesak dan air mata ini mengalir tanpa bisa aku hentikan. Kenapa baru sekarang? Kenapa kamu harus mengatakan smua ini disaat aku mulai merasa nyaman, disaat lukaku baru sembuh. Ya kamu buat luka baru, luka yang lebih sakit dari luka sebelumnya. Luka yang aku sendiri tak ingin membayangkannya. Dan benar dengan ketakutanku selama ini, kamu tidak memegang omonganmu.
Akhirnya aku sampai di tahap ini. Ditahap yang tak pernah aku bayangkan. Aku terhempas jauh sangat jauh dan jatuh terlalu dalam. Aku tidak pernah merasakan sesesak ini, sesak yang rasanya seperti aku tidak bisa untuk mengambil nafas lagi. Ini serasa mimpi, kemarin baru saja kamu bilang kalau orangtuamu menanyakan keadaanku. Tapi apa yang aku dengar dari mulutmu sebentar ini membuat aliran darahku terhenti sejenak. Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar. Jadi selama ini yang kamu bilang itu hanya guyonan? Cuma untuk membuat aku melayang dan supaya bisa mempercayai smua rayuanmu? Ternyata smuanya kedok untuk menutupi kebusukanmu?  Ini benar-benar serasa mimpi. Bukankah hal seperti ini sudah kita bahas diawal sebelumnya? Tapi jawaban kamu slalu meyakinkan aku “gak kok, abg gak malu pacaran sama Bidan, ibu bg juga tau kok, malah ibu bg nanyain gimana kabar buk bidannya”. Dan sekarang apa? Kenapa dari awal gak jujur? Bahkan kamu mengatakan hal yang tidak seharusnya kamu katakan. Bukankah dari awal aku slalu mengingatkanmu tentang kesederhanaan? Kenapa kamu harus lakuin hal yang kamu gak mampu? Kenapa harus gengsi didepan aku? Aku terima kamu apa adanya, bukan melihat kamu jadi diri orang lain. Bahkan untuk makan dipinggir jalan pun sama kamu aku mau. Aku tidak menuntut apa pun dari kamu. Tapi kenapa kamu harus berlaku terlihat sempurna di depan aku?
Aku mencintaimu. Sungguh. Tapi kenapa masalah seperti ini bisa terjadi, disaat hubungan kita baik-baik saja. Ingin aku bertahan tapi ini tidak mungkin, ini cinta yang tidak direstui. Melupakan adalah hal tak akan pernah mudah begitu juga dengan merelakan yang pernah ada menjadi tidak ada merupakan kerumitan yang aku tidak ingin merasakannya.
Aku menulis ini ketika mataku telah lelah dan letih untuk menangis, tak kuat lagi untuk menangisi smuanya. Dan mulutku tak mampu lagi untuk berkeluh kesah. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, dan tak kan pernah tinggal lagi dalam hidupku. Seandainya kau tahu perasaanku dan melihat smua perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah, memilih aku sebagai tujuan. Tapi pada dasarnya, aku hanya seperti jam weker yang slalu membangunkanmu dipagi hari, mengingatkanmu ketika waktu makan siang datang, mengingatkanmu untuk melaksanakan kewajiban 5 waktu yang diperintahkan Tuhan, menemanimu ketika belajar, mendengarkan keluh kesahmu tentang masalah kuliahmu, mensupport ketika kamu merasa jenuh dengan smua ujian mata kuliah yang belum kamu selesaikan, tempatmu meletakkan segala kecemasan, lalu pergi ketika kamu sudah mendapatkan kebahagiaan, pergi tanpa mempedulikanku.

Sekarang, aku berjuang setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar bisa membencimu. Tapi smua usahaku sia-sia, smua kenangan indah itu slalu menari-nari dalam fikiran ku. Bisakah kau bayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya agar bisa merelakan hal yang tak harus ia relakan? Bisakah kau bayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangis agar terlihat tegar? Disini aku sendiri, berjuang melawan hati yang tak ingin terpisah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar