Jika aku bisa langsung meminta pada
Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita ini terjadi. Aku tak ingin tahu namamu,
aku tak ingin mendengar suaramu, aku tak ingin melihat wajahmu, dan aku tak
ingin membaca pesan singkatmu yang lugu tapi manis yang slalu meyakinkan aku
untuk slalu percaya terhadap smua ucapanmu. Sungguh, aku tak ingin smua hal yang
manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini,
merendahkan aku.
Kamu pernah menjadi bagian dari hidup
aku. 1 tahun 25 hari, setiap harinya tak ada waktu yang terlewatkan, kita
lewati bersama. Setiap malam sebelum tidur, ku habiskan beberapa menit untuk
membaca pesan singkatmu bahkan tak jarang ketika telpon masih tersambung aku
tertidur sambil mendengar suaramu, dan tak jarang aku slalu minta untuk
dinyanyikan sebelum tidur. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, dan canda
kita serta gombalanmu slalu membuatku tersenyum diam-diam.
Jatuh cinta terjadi karena proses
yang cukup panjang, inilah proses yang sedang aku lewati. Aku mulai jatuh cinta,
aku mulai mempercayai smua guyolanmu, aku mulai mempercayai kata-katamu “bg tau
kok, gak mudah bikin ayang percaya, sangat-sangat gak mudah, tapi bg usahain
gak bakal bikin pengalaman buruk yang baru bagi ayang, bg janji”. Kehadiranmu
mulai mengobati lukaku, kebahagiaanku mulai hadir, smua begitu bahagia apalagi
setelah kita anniversary yang ke-1 tahun. Tapi itu cuma bertahan sampai 25 hari
selanjutnya. Ya malam itu smuanya kluar, kamu ungkapin yang smua kamu pendam
selama ini. Dan sampai pada sesuatu yang tak bisa aku duga, yang tak bisa aku
terima, yang tak bisa aku bayangkan, dan tak ingin aku dengar, kata-kata itu
kluar dari mulut kamu “ibu bg gak setuju dengan hubungan kita, Ibu bg bilang
sekarang Bidan itu gak main, yang laku sekarang itu Dokter gigi, jadi ibu
pengennya bg cari pasangan seperti itu biar bisa sama-sama cari uang”. Lidahku
tak bisa bergerak terasa sangat berat, dadaku terasa sesak dan air mata ini
mengalir tanpa bisa aku hentikan. Kenapa baru sekarang? Kenapa kamu harus
mengatakan smua ini disaat aku mulai merasa nyaman, disaat lukaku baru sembuh.
Ya kamu buat luka baru, luka yang lebih sakit dari luka sebelumnya. Luka yang aku
sendiri tak ingin membayangkannya. Dan benar dengan ketakutanku selama ini, kamu
tidak memegang omonganmu.
Akhirnya aku sampai di tahap ini.
Ditahap yang tak pernah aku bayangkan. Aku terhempas jauh sangat jauh dan jatuh
terlalu dalam. Aku tidak pernah merasakan sesesak ini, sesak yang rasanya
seperti aku tidak bisa untuk mengambil nafas lagi. Ini serasa mimpi, kemarin
baru saja kamu bilang kalau orangtuamu menanyakan keadaanku. Tapi apa yang aku
dengar dari mulutmu sebentar ini membuat aliran darahku terhenti sejenak. Aku
tak percaya dengan apa yang aku dengar. Jadi selama ini yang kamu bilang itu
hanya guyonan? Cuma untuk membuat aku melayang dan supaya bisa mempercayai smua
rayuanmu? Ternyata smuanya kedok untuk menutupi kebusukanmu? Ini benar-benar serasa mimpi. Bukankah hal
seperti ini sudah kita bahas diawal sebelumnya? Tapi jawaban kamu slalu
meyakinkan aku “gak kok, abg gak malu pacaran sama Bidan, ibu bg juga tau kok,
malah ibu bg nanyain gimana kabar buk bidannya”. Dan sekarang apa? Kenapa dari
awal gak jujur? Bahkan kamu mengatakan hal yang tidak seharusnya kamu katakan.
Bukankah dari awal aku slalu mengingatkanmu tentang kesederhanaan? Kenapa kamu
harus lakuin hal yang kamu gak mampu? Kenapa harus gengsi didepan aku? Aku
terima kamu apa adanya, bukan melihat kamu jadi diri orang lain. Bahkan untuk
makan dipinggir jalan pun sama kamu aku mau. Aku tidak menuntut apa pun dari
kamu. Tapi kenapa kamu harus berlaku terlihat sempurna di depan aku?
Aku mencintaimu. Sungguh. Tapi kenapa
masalah seperti ini bisa terjadi, disaat hubungan kita baik-baik saja. Ingin aku
bertahan tapi ini tidak mungkin, ini cinta yang tidak direstui. Melupakan adalah
hal tak akan pernah mudah begitu juga dengan merelakan yang pernah ada menjadi
tidak ada merupakan kerumitan yang aku tidak ingin merasakannya.
Aku menulis ini ketika mataku telah
lelah dan letih untuk menangis, tak kuat lagi untuk menangisi smuanya. Dan
mulutku tak mampu lagi untuk berkeluh kesah. Aku mengingatmu sebagai sosok yang
pernah hadir, dan tak kan pernah tinggal lagi dalam hidupku. Seandainya kau
tahu perasaanku dan melihat smua perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah,
memilih aku sebagai tujuan. Tapi pada dasarnya, aku hanya seperti jam weker
yang slalu membangunkanmu dipagi hari, mengingatkanmu ketika waktu makan siang
datang, mengingatkanmu untuk melaksanakan kewajiban 5 waktu yang diperintahkan
Tuhan, menemanimu ketika belajar, mendengarkan keluh kesahmu tentang masalah
kuliahmu, mensupport ketika kamu
merasa jenuh dengan smua ujian mata kuliah yang belum kamu selesaikan, tempatmu
meletakkan segala kecemasan, lalu pergi ketika kamu sudah mendapatkan
kebahagiaan, pergi tanpa mempedulikanku.
Sekarang, aku berjuang setiap hari
untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar bisa membencimu. Tapi smua usahaku
sia-sia, smua kenangan indah itu slalu menari-nari dalam fikiran ku. Bisakah
kau bayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya agar bisa
merelakan hal yang tak harus ia relakan? Bisakah kau bayangkan rasanya jadi
seseorang yang setiap hari menahan tangis agar terlihat tegar? Disini aku
sendiri, berjuang melawan hati yang tak ingin terpisah !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar