Hari
berganti hari, kamu tetap menjadi sosok yang setiap detiknya menghantuiku,
masih menjadi penunggu dalam fikiran dan hati ini, menguji imanku dan menyita
smua perhatianku. Aku merasa perpisahan ini hanya sebuah mimpi, dimana aku
masih tertidur sangat panjang, dan di dalamnya aku sebagai penonton yang sedang
menyaksikan drama kisah cinta yang tak direstui oleh orangtuanya, ini bukan
kenyataan, bukan kenyataan !! Tapi smua tidak sesuai dengan keinginanku. Wake up, Ini kenyataan ! Aku dan Kamu telah dijauhkan satu sama lain.
Hari ini adalah 1 tahun 1 bulanan
kita, jika kita masih tetap bersama. Tapi pada kenyataannya dihari ini tepat
satu minggu kita berpisah. Hari ini teringat smuanya, satu persatu aku review kenangan kita. Mulai dari awal
perkenalan kita sampai saat dimana aku harus merelakan apa yang tak harus aku
relakan. Satu persatu kenangan itu menusuk-nusuk fikiranku dan mulai menghujam
hati ini.
Aku benci
harus mengakui ini, satu minggu masih belum cukup waktu untuk melupakanmu,
melupakan semua kenangan kita. Semakin aku berusaha, semakin kuat melekat
didalam fikiranku. Aku tak menemukan titik temu untuk melupakanmu. Kamu masih
menjadi tokoh utama dari setiap inci cerita kehidupanku. Masih menjadi
segalanya, masih berdiam dalam kepala dan bersemayam di hati. Mungkin ini
sedikit terlihat bodoh. Dan mungkin disana kamu akan berkata bahwa sikapku ini
terlalu berlebihan dan bahkan mungkin kamu akan menertawakan segala kejujuranku
ini. Dan kini, aku masih menangisi juga menyesali yang sempat terjadi. Mengapa
semua harus berakhir sesakit ini? Kenapa bisa kamu yang slalu meyakinkan aku
sekarang menyakiti aku? Apa tujuanmu menyakitiku, padahal dulu kita mulai semua
dengan indah? Aku tak lagi tau kabarmu. Aku tak tau sedang berbuat apa kamu
disana. Segala ketidaktauanku ini mengantarkan perasaanku pada rindu yang semakin
hari semakin berontak, yang meminta pertemuan nyata. Yang memaksa dua orang
yang berjauahan untuk kembali saling berdekatan. Aku masih ingin bersamamu,
tetap bersamamu !
Jika aku
berada disampingmu sekarang, ingin rasanya aku mengulang segalanya. Mengulang
smua cerita indah bersamamu. Ingin ku putar waktu sesukaku, agar yang hadir
dalam setiap detikku hanyalah kamu, kita, dan kebahagiaan tanpa air mata. Ingin
aku hentikan detak jarum jam agar kau tak bisa membuat tubuhku dingin dan
menggigil saat menghadapi perpisahan, agar tak bisa merubah perasaan tentang
cinta kita, mimpi, dan tak bisa menghancurkan harapan-harapan yang dulu ingin
kita wujudkan berdua.
Kembali, melupakan dan merelakan
merupakan dua hal yang tidak bisa aku pisahkan. Melupakan adalah hal yang tak
akan pernah mudah, begitu juga dengan merelakan yang pernah ada menjadi tidak
ada merupakan kerumitan yang aku tidak ingin merasakannya. Aku lelah dihajar kenangan.
Di otakku kamu tak pernah hilang, sedetik pun. Satu tahun mungkin bukan waktu
yang singkat dan bukan juga waktu yang terlalu lama. Tapi dalam setahun itu
begitu banyak kenangan yang kita ukir berdua, harapan-harapan yang ingin kita
wujudkan berdua. Sampai sekarang, aku tidak pernah mengerti mengapa aku yang
tidak mudah untuk tergoda malah dengan mudah begitu saja terjebak dalam
perhatian dan perlakuanmu yang lembut, selembut ketika kamu berbisik tentang cinta.
Kini kamu seperti sangat luar biasa dimataku, dulu dan sekarang masih tetap
sama.
Aku tau, aku tak punya hak untuk
memintamu kembali, juga tak mempunyai wewenang untuk memintamu segera pulang tuk
tetap tinggal bersama. Masih adakah yang perlu ku paksakan jika bagimu aku tak
pernah jadi tujuan? Tidak munafik aku merasa kehilangan. Dulu aku terbiasa
dengan candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap,
bagai asap rokok yang hilang ditelan malam. Ini bukan salahmu, tapi tak mungkin
matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku mencintaimu.
Aku harus belajar tak peduli, aku harus belajar merelakan, juga melupakan. Tapi
aku akui ini begitu sulit, sulit, sangat sangat sulit.
Sekarang kita sangat jauh berbeda. Perbedaan
yang berulang kali berusaha ku pahami, tapi tak kunjung ku mengerti. Bisakah
kau mengajarkanku dengan mudah melewatinya? Agar aku bisa menerima,
mengikhlaskan, melupakan dan bisa merelakan dengan sangat gampang. Bisakah kau
membantuku untuk memudahkan segalanya? Seperti kamu yang dengan mudah berkata kepadaku
“Sayang jangan terlalu sedih ya dengan smua ini, hidup masih panjang, mungkin Tuhan
mempertemukan kita bukan untuk saling memiliki”. Kamu yang dengan mudah berkata
seperti itu. Membuat aku berfikir, benarkah smua bisikan cinta yang dulu kamu
bisikan dengan lembut dan smua kata-katamu yang slalu meyakinkanku untuk
mempercayai perkataanmu itu hanyalah bualanmu semata? Mengapa aku terlalu bodoh
untuk membaca hal itu tidak dari awal? Mengapa mataku terlanjur buta dan
telingaku menjadi tuli? Jadi yang kulihat dan kudengar selama ini hanya bisikan
harapan yang sebenarnya sungguh tak akan menjadi kenyataan.
Berhenti menyiksa aku dengan smua
kenangan dan rindu ini, atau mungkinkah aku yang menyiksa diriku sendiri yang
tak mampu melupakanmu? Aku yang sering merindukanmu, tersiksa dengan angan
sendiri mengiris hati dengan kemauan sendiri. Aku akui dengan terpaksa bahwa
aku masih mencintaimu dan berharap kamu kembali, walaupun hanya untuk
menenangkanku bahwa smuanya akan baik-baik saja. Seminggu bukan waktu yang
cukup untuk melupakanmu :’(
Sungguh !!