Hujan rintik membasuh jalan setapak,
kabut abu membentangi matahari yang menjulang semilir angin sayup-sayup dihelai
keheningan. Teringat akan waktu yang menghadang kehampaan, aku mati rasa. Hanya
akal kosong yang tersisa setelah kepergianmu, merenggut kebahagiaan yang lalu.
Tanpa penyesalan, kamu abaikan hati yang tulus mencintaimu dan berlari pergi
menjauh.
Setelah
sekian lama aku mencari apa maksud setiap kejadian yang terjadi dalam hidupku,
kini aku pasrah, pasrah dengan semua yang terjadi, pergi dan singgah adalah hal
lumrah, memendam hingga jadi dendam tapi tak tau apa permasalahan kini biasa
saja. Aku tak peduli lagi apa itu namanya sakit dan cinta. Aku sudah tak
mengenalnya, aku sudah melupakannya, lebih tepatnya aku tidak ingin ada lagi
sentuhan yang nyatanya membunuh perlahan. Aku tak tau pasti mungkinkah ini
jalan terbaik atau hanya singgah sana hinggaku menemukan sebuah jalan yang baik
untuk mengakhiri semua luka yang membuatku makin terjerembab dalam kekosongan
hati.
Mungkin kamu berfikir aku akan
baik-baik saja tanpamu. Yaah benar, aku baik-baik saja, tapi apakah kamu pernah
bertanya kalau keadaan hatiku baik? Mungkin kamu tidak tau, sibuk dengan dunia
antah berantah yang kamu sebut hidup sebenarnya. Sibuk mencari-cari yang lebih
baik padahal kamu pernah mempunyai yang terbaik. Aku ingin kembali pada masa
aku sendiri tak ada siapapun, hanya hati yang sepi dan rapuh. Jika aku tau apa
yang akan terjadi setelah kita bertemu, mungkin aku tdak akan pernah memilihmu
untuk menjadi orang yang paling kucintai. Kamu tau kenapa aku berkata begitu?
Karena rasanya takdir begitu tidak adil, mempertemukanku denganmu lalu dengan
sengaja merebut kebahagiaan yang sebenarnya belum pernah kugenggam. Mungkin
kamu tau, tapi kamu tak pernah mau mengerti.
Jika bisa
kuputar lagi waktu yang habis untuk mencintaimu, aku akan memilih untuk menjadi
seorang idiot yang menutup mata pada kesempatan yang terbaik, untuk tidak
memilihmu, untuk tidak mencintaimu. Banyak waktu yang kuhabiskan untuk meratap.
Mengenang masa-masa indah kita saat kamu begitu sangat menyayangiku. Tidak
pernah sedetikpun aku melupakannya. Tidak pernah. Pertama kali kita bertemu
sebagai dua pasang makhluk kikuk hingga jalan indah itu terbuka, kita bertemu
lalu kita melukis kisah bersama. Indah. Kebersamaan yang dulu sejenak pernah
kurasa, menenangkan dimana genggaman tanganmu membuatku merasa aman. Aku yang
merindu ucapan selamat pagi, selamat tidur, mengingatkan makan hingga
mengingatkan berdoa untuk jalan kita :’( sungguh tak pernah ada yang bisa menggantikannya.
Senyuman hangatmu yang rela menungguku di depan kos yang selalu tidak bisa ontime kalau kita mau pergi, setia
mengantarku kemana saja, sebutan pacarku sayang yang dulu kerap kali membangun
semangatku dipagi hari yang terasa datar. Aku menyukainya, semua hal kecil yang
kamu lakukan aku sangat menyukainya. Aku jatuh cinta pada semua yang kamu
lakukan. Aku jatuh cinta pada ketulusanmu.
Aku pernah
berfikir ini akan terjadi, kita dipisahkan. Tapi kamu selalu menghiburku untuk
tetap percaya pada sebuah pengharapan. Kamu selalu merangkulku dalam
kebimbangan akan rasa takut yang mendalam akan kehilanganmu. Ketakutan untuk
membuka kembali hati bagi orang yang tak layak dicintai. Aku tidak ingin
berakhir, hingga tiba saatnya dipaksa berakhir. Aku benci perpisahan, aku benci
kehilangan. Semua kehilangan itu sakit, tidak ada yang tidak. Hingga kini aku
mati rasa. Mati akan rasa sakit yang terus bertubi-tubi tanpa jeda yang
mencabik-cabik jiwa hampa yang kian kosong. Aku benci kehilanganmu, aku benci
melihatmu pergi.
Aku baik-baik saja tanpamu disini.
Bertahan dalam semua kondisi yang diiringi kisah tentangmu, tentang orang yang
pernah mencintaiku dengan segenap jiwanya. Kini berakhir. Semua tentang kamu
dan tentang kita berakhir. Usai.
Aku kuat, sudah kubuktikan pada semua
orang bahwa aku tegar, tidak cengeng dan tidak meratapi kisahku didepan
pandangan mata yang luas. Aku tegar. Lihatlah !! aku tanpamu disini berdiri
sendiri, bersedih sendiri, mencaci sendiri hingga akhirnya aku harus rela mati
merindu. Hidupku hanya bermodalkan pengharapan dan cintaku padamu, jika ada hal
lain tidak akan pernah sebanding dan sebesar rasaku padamu.
Kini waktu berganti hari, hari
berganti minggu. Kamu tak lagi bersamaku. Kita sudah usai. Semua yang kita
lalui cukup tersimpan direlung hati yang tetap suci. Kamu pergi menjalin hidup
baru tanpaku. Tidak ada komunikasi, jabat tangan, atau candaan yang aku
rindukan. Kini murni sendiri ditemani kisah masa lalu yang tetap kejam
menghantui. Aku ingin melupakanmu dan kisah kita, namun yang terjadi aku
semakin mencintaimu dan kisah kejam itu. Aku semakin mencintaimu di kondisi
yang menyedihkan ini. Aku harap kamu tau, jika aku merindukanmu yang kulakukan
adalah memejamkan mataku hingga aku bisa merasakan dirimu ada disampingku
sedang tersenyum. Memang itu hayalan tapi sedikit mengobati rasa sakit
merindukanmu. Kita memang terpisah tetapi mengapa aku masih bisa merasakan
ikatan batin diantara kita? Apa kamu juga merasakan?
Aku tau kamu juga merindukanku, tapi
kamu tidak kalah pintar membodohi orang dengan menutupi kesedihanmu. Kamu
hebat. Menyimpan rasa sakit kehilangan orang tanpa merenung dan mengiba. Tapi
kamu tetap lemah karena hatimu hanya sekeping yang rapuh. Kamu jngan khawatir
dengan teman-temanku, kini temanku bertambah yang pertama namanya sedih, kedua
namanya air mata, dan ketiga namanya merindukanmu. Kamu jangan panik jika aku
menangis tanpa sebab. Karena kini yang kutangisi tidak pernah hal lain selain
kamu. Kamu tidak perlu menyapaku setiap pagi dengan kecupanmu di text message
karena kini aku selalu mengirimkannya untukmu yang masih melekat dijiwaku. Kamu
jangan pernah bersedih, karena sedih itu adalah teman yang akan menjadi sahabat
sejatiku. Aku merindukanmu, tapi aku tidak akan pernah merasakan sepi, karena
setiap saat aku merasakan sedih air mata dan rindu. Aku tidak pernah kehilangan
mereka. Biarkan aku berteman dengan mereka. Biarkan aku menikmati luka yang
nikmat ini.
Disini aku slalu bertanya-tanya, ingatkah
alasanmu mencintaiku? Disaat kamu terpuruk dan mendekapku untuk bersamamu.
Kapan aku terakhir kalinya melihatmu? Atau sudahkah kamu menghapusku dari
ingatanmu? Aku tak kan pernah berharap mencintai yang lain, hanya untuk
meyakinkan bahwa aku pantas tuk dicinta. Namun ku ikhlaskan untuk
kebahagiaanmu, ku lepas kamu bernafas luas, ku berikan kamu jarak yang bebas,
tapi bolehkah aku untuk berharap? Semoga suatu saat kamu temukan bagian hatimu
yang hilang untuk membawamu kembali padaku. Untuk cintaku yang sesaat pergi dan
berharap kembali :'(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar