Ku buka handphone-ku, tak ada lagi kamu yang slalu memenuhi inbox-ku, tak ada lagi ucapan slamat
pagi dan slamat tidur untukku. Tak ada lagi canda tawamu yang slalu
mengiringiku dalam kebahagiaan, tak ada lagi leluconmu bahkan gombalanmu yang
membuatku slalu tertawa. Tak ada lagi tatapan yang membuat jantungku berdebar.
Tak ada lagi genggaman tangan mu yang slalu membuatku kuat akan setiap masalah
yang menghampiriku dan membuatku merasa aman. Kini ada sesuatu yang hilang, tak
lagi sama seperti dulu. Tidak terasa sudah empat minggu kepergianmu.
Empat minggu harusnya waktu yang
cukup untuk bisa sedikit demi sedikit menghilangkan perasaan. Tapi lain halnya
dengan apa yang aku alami. Empat minggu tidak mampu menghapus sedikitpun
kenangan dari kita. Semuanya masih utuh, tak hilang barang sedetikpun dalam
fikiranku, ingatan ku masih tajam untuk mengenang kita yang dulu pernah ada. Hari
berganti minggu, kamu masih tetap berdiam didalam fikiran ini, masih menjadi
penunggu didalam hati ini, menguji imanku dan menyergap semua perhatian. Kamu
masih menjadi tokoh utama dalam setiap cerita-cerita kehidupanku. Kita yang
slalu tertawa bersama dalam setiap candaan, dalam setiap pesan singkat, dalam
setiap sambungan telepon, maupun dalam setiap tatap mata. Saat itu kamu yang
begitu keras meyakinkan aku sehingga membuat aku percaya bahwa kamu tidak
seperti pria lainnya, kamu yang merubah persepsiku bahwa cinta tidak memandang
status. Hadirmu membuatku percaya bahwa kita sedang menuju ambang bahagia, aku
dan kamu sedang dalam perjalanan menuju ujung pencarian kita. Tapi aku yang
slalu kamu yakini, ternyata bisa juga salah. Aku salah mengartikan smuanya.
Kukira segala ungkapan dan ucapanmu adalah hal mutlak yang bisa aku pegang.
Ternyata semua hanya omong kosong belaka. Yang kukira perasaanmu nyata,
ternyata hanya rasa yang pura-pura kau seriusi. Kau butakan mata dan tulikan
telinga, hingga aku tak bisa membedakan mana cinta dan mana dusta. Aku tak tahu
apakah rasa sayang yang slama ini kau bisikan dalam telingaku, hanyalah bualan
yang kau pikir bisa dijadikan bahan candaan? Kamu pernah berjanji, ketika aku
menceritakan pengalamanku, ketika aku tidak akan pernah lagi mempercayai ucapan
pria. Tapi kamu malah meyakinkan aku “bg tau kok, gak mudah bikin ayang
percaya, sangat-sangat gak mudah, tapi bg usahain gak bakal bikin pengalaman
buruk yang baru bagi ayang, bg janji”. Kalau aku diizinkan mengungkit
segalanya, lalu mengapa kau pergi disaat aku mulai percaya dengan cinta yang
kau yakini.
Setelah kepergianmu, aku tak tahu
lagi kabarmu, bahkan kamu juga tidak ingin tahu kabarku, dan bahkan untuk sedikit saja menyapaku kamu
tidak mau. Rasanya inginku katakan berkali-kali bukan ini yang aku mau. Kembali,
melupakan dan merelakan merupakan dua hal yang tidak bisa aku pisahkan. Aku slalu
mengingatmu, meskiku tahu itu menyakitkan. Teman-temanku sering bilang “udah
lah dek jangan fikirin orang kayak gitu lagi, jahat dia udah bikin kamu kayak
gini, adek bisa dapetin orang yang lebih dari dia”. Mereka juga bilang bahwa
harusnya aku tak mempertahankanmu sedalam ini, harusnya aku tidak perlu
mempercayaimu sedalam itu. Tapi mengapa perasaan ini tetap ada padamu? Mengapa
perasaan ini hanya ingin meyakinimu? Aku terlalu buta untuk memahami semua ini.
Dan telingaku terlalu tuli untuk mendengarkan sekelilingku. Walau kata-kata itu
terlihat kasar tapi bagiku itu masih terlihat lembut. Aku tetap mencintaimu
bahkan dalam kesakitanku. Kamu yang telah pergi, terimakasih untuk setiap
harapan yang kau hempaskan, setiap janji manis yag slalu meyakinkanku untuk
mempercayaimu. Aku mengerti seharusnya dari awal ketika kau datang, aku tak
perlu menggubrismu sehingga aku tak terluka separah ini.
Aku berharap
hari-hariku bisa berjalan dengan mulus seperti biasanya. Walau tak ada kamu
disampingku. Kini aku mencoba menjalani aktivitasku seperti biasa, tanpa ada
dirimu yang menemaniku setiap harinya. Aku harus tetap tegar dengan semua ini.
Setelah kepergianmu aku menyadari betapa aku mencintaimu, setelah kepargianmu,
kamu merampas semua cinta dan kebahagiaan yang ku punya, melarikan ketempat
asing yang justru tak tahu dimana keberadaannya. Siksaanmu begitu besar untukku
dan aku terlalu lemah untuk mendapatkan cobaan ini, aku begitu lemah untuk
mendapatkan goresan luka dalam benakku yang semakin hari semakin bertambah. Aku
marah pada diriku sendiri, mengapa aku begitu sulit untuk melupakanmu? Sedangkan
kamu disana dengan mudahnya melupakanku. Tuhan, ini sungguh tidak adil bagiku.
Ingin rasanya aku hilang ingatan, agar aku tak mengenalmu dan kenangan dulu
bisa terhapus didalam memory otakku. Mungkin
itulah jalan satu-satunya untuk saat ini.
Hari berganti hari, dan minggu
berganti minggu aku terus menjalani hidupku tanpa dirimu. Dan setiap hari aku
hanya slalu memikirkan apakah kamu disana slalu memikirkanku? Seperti aku yang
slalu memikirkanmu. Aku hanya ingin tahu isi hatimu saat ini. Apa kamu tak
pernah berfikir tentang isi hatiku saat ini? Yang semakin hari semakin mendung
karena tak ada lagi yang menyinari hatiku.
Di dalam
mimpiku kamu slalu ada untukku dan kamu milikku. Tapi ternyata, di dalam
kehidupan nyata, kamu hanyalah mimpi untukku dan aku sulit menggapaimu kembali.
Tak ada hal yang mampu aku perjuangkan selain membiarkanmu pergi dan
merelakanmu. Jujur, aku menunggu saaat-saat aku dan kamu bisa melebur menjadi
satu kembali. Saat kamu dan aku melupakan perbedaan kita, saat aku tak peduli
apa profesimu dan kamu tak peduli profesiku, saat aku tak peduli dengan harta
dan masalah duniawi lainnya. Dan kuterima kau dalam keadaan terburukmu. Aku
sudah berada dalam titik itu, tapi kau terus diam tak ingin aku ajak berjalan
dan melangkah terlalu jauh. Diantara rasa lelah menunggu ini, dan diantara
kesabaran merindu ternyata aku masih berani memasukkanmu didalam setiap doaku. Aku
berusaha menikmati kesedihanku, kesakitanku hingga aku terbiasa akan semua hal
itu. Aku punya Tuhan, keluarga, dan sahabat.
Aku percaya pada Tuhan, Tuhan pasti sedang menguji kesabaranku saat ini,
dan pasti ada jalan keluar dibalik ini semua. Mungkin dimataku kamu yang
terbaik untukku, tapi belum tentu kata Tuhan kamu yang terbaik untukku. Aku
percaya dan yakin bahwa skenario Tuhan adalah yag paling indah.
Sudahlah,
aku hanya ingin memberitahu empat minggu setelah perpisahan kita, tak banyak
hal yang berubah. Langitku masih mendung, lukaku masih merah, hatiku masih
lebam, ingatanku masih keram. Kamu yang kukenal baik, lugu, rendah hati dan
tidak banyak tingkah, kini sudah berubah. Tiba-tiba berubah menjadi sadis. Kamu
berganti-ganti wajah, membiarkanku kebingungan ditengah keramaian untuk membedakan
dirimu yang begitu abu-abu. Dan disini aku masih sibuk untuk menyembuhkan
lukaku, yang tetap mencintaimu meski dalam kesakitanku. Masih berjuang melawan
hati yang tak ingin terpisah !